Industri Kayu Lapis Terancam Anti-Dumping, Asosiasi Berharap Negara Hadir Memberi Dukungan Nyata
Dihadapkan pada potensi tarif AD/CVD dari Amerika Serikat, industri nasional konsolidasi internal dan desak kehadiran dan peran aktif pemerintah
Jakarta, APKINDO News – Ancaman sanksi anti-dumping dari Amerika Serikat terhadap ekspor kayu lapis Indonesia mendorong pelaku industri nasional untuk mengambil langkah cepat dan strategis. Asosiasi Panel Kayu Indonesia (APKINDO) bersama beberapa perusahaan eksportir tengah menggalang kekuatan dalam menghadapi penyelidikan awal oleh International Trade Commission (ITC) Amerika Serikat. Namun, besarnya potensi beban biaya membuat APKINDO meminta dukungan konkret dari pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan, guna mempertahankan kelangsungan ekspor yang bernilai miliaran dolar dan menyerap ratusan ribu tenaga kerja.
Kontribusi Strategis Ekspor Kayu Lapis ke AS
Berdasarkan perhitungan, diperkirakan bahwa ekspor kayu lapis Indonesia ke Amerika Serikat mencapai volume ±1,2 juta meter kubik per tahun, dengan devisa hasil ekspor (DHE) sebesar USD 480 juta, setara dengan Rp 7,8 triliun per tahun. Industri ini tidak hanya menjadi sumber pemasukan negara, tetapi juga penopang ekonomi daerah, terutama di sentra produksi seperti Kalimantan, Jawa, dan Sumatera. Industri kayu lapis yang mengekspor ke AS menyerap sekitar 22.000 tenaga kerja langsung, dan lebih dari 220.000 tenaga kerja tidak langsung yang tersebar di sektor logging, logistik, petani kayu tanaman, serta industri bahan perekat. Pemakaian bahan perekat saja mencapai 120.000 ton per tahun. Selain itu, industri ini juga memberikan kontribusi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) melalui Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) sebesar Rp 300 miliar setiap tahunnya. Jika tuduhan anti-dumping berlanjut dan tarif dikenakan, bukan tidak mungkin ribuan pekerja terancam kehilangan mata pencaharian. Oleh karena itu, asosiasi memandang perlu adanya kolaborasi antara sektor swasta dan pemerintah dalam menghadapi gugatan internasional ini.
Langkah Awal: Dana dan Pengacara
Untuk menghadapi proses penyelidikan awal oleh ITC, beberapa perusahaan eksportir yang tergabung dalam APKINDO maupun yang bukan anggota, telah berkomitmen menghimpun dana yang akan digunakan untuk membiayai pengacara spesialis hukum perdagangan internasional. Namun, jika penyelidikan awal ITC menyimpulkan adanya injury atau kerugian industri domestik AS akibat impor plywood dari Indonesia, maka investigasi akan berlanjut ke tingkat full investigation oleh Department of Commerce (DOC) AS. Biaya yang dibutuhkan untuk menghadapi tahap ini diperkirakan melonjak signifikan hingga ratusan ribu dollar untuk pembelaan dari pemerintah Indonesia. Sementara itu, setidaknya akan ada dua pabrik yang akan ditetapkan sebagai mandatory respondent oleh otoritas AS harus menanggung biaya lebih lagi. “Ini bukan semata soal bisnis, tapi soal keberlangsungan industri strategis nasional,” ujar Ketua Umum APKINDO dalam rapat koordinasi tersebut. Ia menekankan pentingnya kehadiran dan dukungan nyata pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Perdagangan untuk menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan posisi Indonesia.
Seruan Dukungan untuk Pemerintah
Masih dalam pertemuan tersebut, asosiasi menyusun poin-poin penting yang akan disampaikan langsung kepada Kementerian Perdagangan. Di antaranya adalah permintaan agar pemerintah turut menanggung biaya pembelaan hukum dalam tahap investigasi penuh oleh DOC. Hal ini dipandang krusial mengingat keputusan tarif AD/CVD yang akan dijatuhkan akan berdampak langsung pada seluruh pelaku ekspor plywood di Indonesia. Asosiasi juga menekankan perlunya pemerintah berperan aktif dalam diplomasi perdagangan dengan Amerika Serikat. “Jika tidak ada peran negara, potensi kehilangan devisa dan hilangnya ribuan lapangan kerja sangat besar,” ujar salah satu perwakilan perusahaan dalam rapat tersebut. Dukungan politik dan kebijakan dari pemerintah diharapkan bisa memperkuat posisi negosiasi Indonesia di mata lembaga penyelidikan perdagangan AS. Selain itu, koordinasi lintas kementerian, termasuk Kementerian Luar Negeri, dinilai penting untuk menyusun respons nasional yang terkoordinasi.
Sinergi Swasta dan Pemerintah sebagai Solusi
Isu anti-dumping terhadap ekspor kayu lapis bukan hanya masalah dagang, melainkan juga menyangkut stabilitas industri dan ketahanan ekonomi nasional. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah dan sektor swasta menjadi kunci utama untuk menghadapi tekanan internasional semacam ini. Asosiasi mengharapkan agar pemerintah benar-benar hadir dan serius menangani kasus ini, lengkap dengan dukungan hukum, diplomatik, dan teknis. Selain itu, peningkatan kapasitas dan literasi hukum internasional bagi perusahaan nasional juga menjadi prioritas jangka menengah yang harus disiapkan. Satu hal yang pasti, menjaga keberlanjutan ekspor ke pasar AS adalah bagian dari menjaga roda ekonomi nasional tetap berputar. Dalam konteks itulah, kehadiran negara sangat dinantikan.